O


(sebuah review singkat)

....
“Kau tahu kenapa ayahmu almarhum memberimu nama yang lucu itu? Nama yang pendek? Hanya satu huruf?” tanya  ibunya.
Si gadis menggeleng.
“Itu untuk mengingatkan betapa hidup ini tak lebih dari satu lingkaran. Yang lahir akan mati. Yang terbit dari tumur akan tenggelam di barat, dan muncul lagi dari timur. Yang sedih akan bahagia, dan yang bahagia akan bertemu sesuatu yang sedih, sebelum kembali bahagia. Dunia itu berputar, semesta ini bulat. Seperti namamu, O.” (hlm.418)

....
Tahun 2013. Joko Widodo yang kala itu masih menjadi gubernur DKI Jakarta menerbitkan kebijakan larangan topeng monyet di seluruh Jakarta mulai tahun 2014. Bagi O, itu adalah bencana besar, karena hilanglah sudah kesempatannya untuk menjadi manusia. Ia punya keyakinan seekor monyet bisa menjadi seorang manusia. Hilanglah juga kesempatannya untuk menikah dengan Entang Kosasih kekasihnya yang sudah terlebih dulu menjadi manusia setelah membunuh seorang polisi. “Itu harus kulakukan, agar aku bisa mengerti apa arti hidup menjadi manusia.”(hlm.248) Kata Entang Kosasih padanya saat terakhir bertemu, hingga kemudian ia lenyap di semak-semak dalam pertempuran dengan teman polisi yang terbunuh itu. Entang Kosasih menghilang. Ia pada akhirnya menjadi seorang manusia mengikuti jejak legenda Armo Gundul, namun dengan cara yang berbeda. Pada masa lalu , seperti yang sering diceritakan leluhur-leluhur monyet, Armo Gundul harus belajar bersama seorang Auliya suci melalui pertunjukan topeng monyet sebelum akhirnya menjadi seorang manusia.

Topeng. Ia bersembunyi di balik topeng, sebab tanpa topeng, ia hanyalah seekor monyet. Tak lebih. Hanya melalui topeng manusia bisa mengenali si monyet sebagai manusia. Dan hanya melalui topeng, si monyet bisa menanggalkan dirinya, meletakkan diri-monyetnya di belakang, dan menjadi manusia yang bisa dipahami sesama manusia. Topeng merupakan perantara antara si monyet dan manusia. (hlm.48) ... “Topeng-topeng ini, Anjing kecil, akan menjadikanku manusia.”(hlm.49)Kata O kepada seekor anak anjing bernama Kirik. Kirik pikir O sudah gila, tolol, selamanya seekor monyet akan selalu menjadi seekor monyet, begitu juga anjing selamanya akan menjadi anjing, dan manusia selamanya adalah manusia. Sudah jelas.

Manusia. “Enggak gampang jadi manusia,”pikir O (hlm.1). Tetapi Eric Arthur Blair atau yang dikenal dengan George Orwell menunjukkan sebaliknya dalam Animal Farm. Katanya: “Hewan-hewan di luar menoleh dari si babi ke manusia, dan dari manusia ke babi, dan si babi ke manusia lagi : tapi sudah tak mungkin membedakan yang satu dari lainnya.” Hewan menurut Orwell tak ada bedanya dengan manusia. Suatu pernyataan yang akan membuat O berubah pikiran, seandainya ia pernah membaca fabel itu. Sayang sekali ia tidak pernah membaca, ia tidak pernah mengerti aksara manusia, ia hanya bisa berbicara dengan hewan walaupun ia bisa mengerti ketika Betalumur berbicara keras kepadanya sebagai pawang, berbicara dengan bahasa cambukan untuk menunjukkan mana hamba mana tuan, Kirik tau itu, Joko Widodo tau itu, namun O ingin sabar - tabah seperti kaleng sarden menunggu nasib, ia tidak bisa membalas pembicaraan Betalumur sama sekali. Bahasa yang menghubungkan hewan dan manusia adalah perilaku. Tidak perlu memahami Derrida, Saussure sudah benar, teks itu sampah. Seperti bangkai manusia yang ditemui dua anjing buduk. Sepertinya mati-gagal ngaji babi. “Huh, manusia. Dari sampah kembali ke sampah.”(hlm.470)
....


Komentar

Postingan Populer