Bagaimana menentukan nilai ecobrick ini?



1
Botol-botol berisi potongan plastik warna-warni sisa konsumsi di studio akanoma sengaja saya kumpulkan. Awalnya saya tidak punya ide pasti botol-botol itu akan dijadikan apa; mungkin kursi, meja, atau nantinya menjadi dinding sebuah bangunan. Ecobrick, sebagai ide yang sudah lama menyebar, baru saya sadari signifikasinya ketika melihat dan menyentuhnya langsung pada sebuah acara sosialita para urbanis di Semarang awal Desember 2016 lalu. “Cara memadatkannya pake ini (stik bambu), lalu dorong (plastik-plastik) mulai dari pojok sampe padat,” seorang teman menunjukkan cara praktis memadatkan sampak plastik ke dalam botol setelah mengikuti sesi workshop pembuatan ecobrick di acara tersebut. Saya tidak ikut workshop itu karena paralel di saat yang bersamaan ada diskusi lain yang saya ikuti. “Harus benar-benar padat, mereka punya standar tiap botol minimal beratnya sekitar 500gr (botol ukuran 1,5liter),” sambungnya lagi. Botol botol berisi potongan plastik warna-warni, bertulis nama-nama pembuat, tanggal pembuatan dan catatan berat. Ide yang brilian!

Mulai awal tahun 2017 pelan-pelan saya mulai mengumpulkan sisa-sisa konsumsi plastik saya sendiri. (Kata ‘sisa konsumsi’ perlu ditekankan di sini untuk mengganti kata ‘sampah’ karena konsekuensinya ternyata cukup berpengaruh terhadap perspektif kita. Hali ini akan dijelaskan di lain kesempatan.) Jika saya dibilang anti plastik jelas tidak, karena tidak ketat menolak. Dibilang diet plastik bisa juga, tapi mungkin akan lebih tepat dibilang kurang jajan. Maka, masa pembuatan beberapa ecobrick di awal tahun terasa lambat karena konsumsi plastik saya memang tidak banyak. Baru pada pembuatan ecobrick #4 saya mulai mendapat ide untuk mengumpulkan sisa-sisa konsumsi plastik saya sekaligus sisa-sisa konsumsi plastik dapur studio akanoma. Ini jauh lebih cepat dan ternyata secara drastis mengurangi timbunan sampah di halaman belakang. Saya berani jamin tidak ada satupun plastik yang berakhir di timbunan sampah jika dikelola dengan baik. Bungkus-bungkus plastik yang ada di tempat sampah dapur studio saya cuci agar lebih bersih saat dimasukkan ke dalam botol dan tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Setelah dicuci ,plastik-plastik tersebut lalu dijemur. Tempat penjemuran sisa-sisa konsumsi plastik mengambil tempat yang sama dengan tempat jemuran baju sehingga seorang teman pernah bergurau “yang lain jemur baju, ini malah jemur sampah.” Proses mencuci hingga menjemur plastik-plastik itu berlangsung kurang lebih sekitar 1 jam dan  pada sore hari itu juga bisa langsung diangkat jika cuaca cerah. Setelah sudah kering, plastik-plastik itu saya gunting menjadi cacahan-cacahan kecil. Tidak semua orang yang membuat ecobrick mencacah plastik-plastiknya, untuk alasan kepraktisan banyak juga yang langsung memasukkan plastik-plastik lansung ke dalam botol, bahkan ada juga yang tidak mencucinya terlebih dahulu. Saya mencuci plastik-plastik itu agar lebih bersih dan mencacahnya supaya secara visual hasilnya lebih cantik. Proses pencacahan tersebut berlangsung sekitar 1 jam kemudian butuh 1 jam lagi untuk memasukkan plastik-plastik itu ke dalam botol. Satu orang paling tidak membutuhkan 3 jam kerja tiap harinya untuk memilah, mencuci, menjemur, mencacah, hingga memasukkan plastik-plastik ke dalam botol. Dan itu tidak langsung jadi karena butuh beberapa hari lagi untuk mengisi botol hingga padat sempurna. Berikut tabel catatannya.


                                   CATATAN ECOBRICK -K-
2017
NO
MULAI
SELESAI
JUMLAH HARI
BERAT
JENIS BOTOL
NB
1
xx
xx
#VALUE!
xx
xx
2
xx
xx
#VALUE!
xx
xx
diberikan ke pak Patrick
3
27-Jan-17
21-Feb-17
26
xx
xx
4
21-Feb-17
04-Mar-17
12
xx
xx
5
04-Mar-17
13-Mar-17
10
xx
xx
6
13-Mar-17
21-Mar-17
9
xx
xx
7
21-Mar-17
27-Mar-17
7
xx
xx
8
27-Mar-17
06-Apr-17
11
xx
xx
9
06-Apr-17
14-Apr-17
9
xx
xx
10
14-Apr-17
07-Mei-17
24
xx
xx
11
07-Mei-17
15-Mei-17
9
xx
xx
12
15-Mei-17
21-Mei-17
7
xx
xx
13
22-Mei-17
05-Jun-17
15
xx
xx
14
05-Jun-17
15-Jun-17
11
xx
xx
15
15-Jun-17
11-Jul-17
27
xx
xx
16
23-Agu-17
25-Agu-17
3
xx
xx
17
18-Sep-17
12-Okt-17
25
xx
xx
18
12-Okt-17
28-Okt-17
17
xx
xx
19
28-Okt-17
30-Okt-17
3
xx
xx
20
30-Okt-17
04-Nov-17
6
xx
xx
21
04-Nov-17
13-Nov-17
10
xx
xx
22
13-Nov-17
01-Des-17
19
xx
xx
23
01-Des-17
15-Des-17
15
xx
xx
24
15-Des-17
17-Des-17
3
xx
xx
25
17-Des-17
20-Des-17
4
xx
xx
26
20-Des-17
xx
#VALUE!
xx
xx
RATA-RATA HARI / botol
12,3 Hari /botol

Dari tabel catatan pembuatan ecobrick selama tahun 2017 itu memang masih banyak data yang tidak lengkap. Saya secara spontan hanya mencatat tanggal mulai – selesai pembuatan tiap-tiap botol ecobrick. Data berat, jenis botol, dan waktu kerja memang belum tercatat (tahun 2018 akan dicatat dengan lebih baik), tapi dari pengalaman selama setahun lalu saya mulai mendapat beberapa gambaran menarik tentang ecobrick. Salah satunya adalah adanya nilai kerja pada tiap botol ecobrick, terlebih bagaimana ecobrick sebagai satu material alternatif kemudian dihargai.

2
Dari toko bangunan, dapat diketahui harga bata merah kecil (ukuran 4 x 9 x 15cm) paling murah Rp.700,00 / buah, bata ringan (ukuran 7,5 x 20 x 60 cm) Rp. 7.800,00/ buah, sedangkan batako Rp.3.500,00 / buah. Bagaimana kita menentukan harga satu botol ecobrick?

Jika mengikuti bapak ekonomi modern, Adam Smith dalam The Wealth of Nations, kita secara sederhana dapat menghitung harga sebuah barang dengan menjumlahkan variabel upah+sewa+laba[1]. Tiga variabel tersebut memberi gravitasi terhadap harga-harga barang sehingga seseorang dapat menjual sebuah barang dengan harga minimal yang layak. Dari Rp.700,00 tiap bata merah kita bisa percaya penjual bata merah itu tidak tekor. Dari Rp.3.500,00 tiap batako pun kita bisa menduga di dalamnya ada perhitungan biaya upah pekerja + sewa tempat/ ijin tambang + laba. Artinya dalam suatu harga, semua biaya produksi barang tersebut pasti terkandung di dalamnya.

Dengan catatan pembuatan ecobrick terdahulu, kita bisa memperkirakan berapa harga minimal satu botol ecobrick, pertama dari waktu produksinya. Meskipun rata-rata dalam tahun 2017 pembuatan satu ecobrick memakan waktu 12,3 hari, tapi bila diperhatikan lebih detil lagi ada beberapa kali pembuatan memakan waktu 3 hari.  Kita anggap saja waktu 3 hari adalah waktu paling optimal. Jika tiap harinya dibutuhkan waktu 3 jam kerja, maka untuk membuat satu botol ecobrick setidaknya membutuhkan waktu 9 jam kerja.

Seseorang bekerja untuk membuat satu botol ecobrick selama 9 jam. Bagaimana kita menentukan upah baginya? Sebelum berlanjut, kita perlu memahami terlebih dahulu bahwa seseorang bekerja terutama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kita asumsikan untuk menghitung kebutuhan dasar saja : makan. Seseorang membutuhkan makan 3 kali sehari. Jika ia membayar Rp.15.000,00 untuk sekali makan, maka dalam sehari bekerja ia selayaknya akan mendapat upah minimal Rp.45.000,00. Seseorang juga tidak bekerja 24 jam penuh dalam sehari, umumnya ia akan efektif bekerja sekitar 8-9 jam tiap harinya. Dari uraian singkat ini dapat dihitung untuk membuat satu ecobrick seseorang yang bekerja 9 jam/ hari akan mendapat upah minimal Rp.45.000,00.

Upah pekerja masih satu variabel diantara variabel-variabel lain. Kita belum menjumlahkan dengan biaya sewa tempat, biaya-biaya lain, dan laba yang ingin didapatkan. Melihat besar upah sebesar Rp.45.000,00 yang terkandung dalam satu botol ecobrick, maka yang muncul malah sebuah pertanyaan : dengan harga sebesar itu, dibandingkan dengan bata merah, bata ringan atau batako yang jauh lebih murah, apakah ecobrick akan diminati pasar?

Agar tidak terjebak dengan pola pikir pasar, sepertinya kita perlu cara lain untuk menghitungnya.

Alat-alat sederhana yang dibutuhkan untuk membuat ecobrick : iman yang kuat, sisa-sisa konsumsi plastik, botol plastik, gunting, dan sebuah tongkat.




[1] “Wages, profit, and rent, are the three original source of all revenue as well as of all exchangeable value. All other revenue is ultimately derived from some one or other of these.” (Smith [1776] 1937 :52 )

Komentar

Postingan Populer