Rumah Kayu Ciledug : Tinjauan Ulang Tropikalitas (1)

Tulisan Awal
[1]Tropikalitas arsitektur dalam konteks Proyek Rumah Kayu Ciledug ini dimaknai sebagai usaha untuk mengurangi jejak karbon sebanyak-banyaknya, penggunaan energi seminimal mungkin, dan pengondisian kenyamanan termal dan ambience ruang yg optimal.

Penggunaan ulang (reuse) dengan sedikit modifikasi terhadap kayu Rasamala bekas bongkaran sebagai material utama adalah salah satu usaha untuk mengurangi jejak karbon yang ditimbulkan akibat proses pembangunan rumah ini. Dengan demikian, kami bisa menekan penggunaan kayu-kayu baru.

Lantas, mengapa kami memilih kayu? Bukan baja atau beton?

Baja dan beton merupakan material yg proses pembentukan atau pabrikasinya menghasilkan jejak karbon yg besar dibandingkan dengan kayu. Beton memiliki jejak karbon paling besar di antara ketiga material tersebut. Dalam penelitian salah satu Univeritas di Australia, disebutkan bahwa dengan mengganti 1 m3 beton dengan 1 m3 kayu akan mengurangi emisi karbon sebanyak 1 ton (Reid,H: 2004). Dalam konteks perilaku menghuni, penggunaan struktur beton juga memiliki fleksibilitas yang rendah, karena sifat permanennya. Struktur baja memiliki fleksibilitas yg sama dengan kayu tetapi jika dilihat dari jejak karbonnya, kayu jelas lebih unggul. Pemahaman ini yang kami tawarkan kepada pemilik rumah , selain penyelesaian masalah sirkulasi udara buruk yang dialami ketika menempati rumah yang lama, yang akan direnovasi.

Rumah yang akan direnovasi adalah rumah pengembang yang (maaf) memiliki desain layout buruk. Sirkulasi udara tidak berjalan baik, sehingga untuk mencapai kenyamanan termal harus menggunakan AC. Pencahayaan alami juga tidak diakomodasi sehingga ketika siang hari dengan cahaya matahari yang melimpah, ruang dalam masih juga memerlukan penerangan lampu.

Desain dilakukan dengan membongkar seluruh bangunan tapi menyisakan bagian carport untuk teras tambahan di lantai 2. Lantai 1 dirancang sebagai ruang yang bersifat publik. Hampir semua ruang di lantai 1 dapat dilihat dari depan ke belakang, terbuka ,menyatu seolah tanpa batas. Bagian dapur dan taman di tengah menjadi bagian yang menonjol. Keberadaan gerobak angkringan sebagai ganti meja makan menjadi titik yang menarik dan bersahabat bagi setiap tamu yang datang, menekankan keterbukaan yang hendak dicapai. Lantai 2 rumah ini dirancang lebih privat walaupun kami masih menyisipkan ruang-ruang sosial untuk berkumpul keluarga di selasar penghubung antar ruang tidur.

Penyusunan ruang juga memungkinkan sirkulasi udara dan cahaya alami leluasa masuk ke dalam tiap-tiap ruang. Penggunaan lampu saat siang hari tidak diperlukan lagi dan penggunaan AC hampir tidak pernah dilakukan karena udara mengalir lancar.



....


[1] Tulisan ini dikirimkan sebagai uraian untuk pameran Tropicality : Revisited di Deutches Architekturmuseum Frankfurt 2015

Komentar

Postingan Populer